Palembang.sriwijayapertama.net – Tim Lembaga Bantuan dan Pengembangan Hukum (LBPH) DPW PEKAT-IB Sumatera Selatan (Sumsel) gelar konferensi terkait hasil rapat klarifikasi antara DPW PEKAT-IB Sumsel dengan pihak pengelola bangunan rangka baja di Area Blok G seluas 0.54 hektar kawasan Sei Bayas Kelurahan 9 Ilir, Kamis (17/10/2025) satu bulan yang lalu.
Konferensi pers dengan awak media tersebut tersebut digelar di Pempek Flamboyant Jalan Radial 24 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Minggu (23/11/2025).
Dalam konferensi pers tersebut, Ketua Tim LBPH DPW PEKAT-IB Sumsel, Febriansyah SH mengatakan bahwa rapat tersebut digelar berawal dari surat pernyataan keberatan atas bangunan tersebut yang ditujukan kepada Robby Hartono (Afat) selaku pemilik lahan, yang disampaikan Tim LBPH DPW PEKAT-IB Sumsel, Senin (14/10/2025).
Kemudian atas undangan Tim lawyer Afat, Kamis (17/10/2025) adanya pertemuan klarifikasi terkait bangunan tersebut di Kantor LBPH Kosgoro.
“Dalam pertemuan tersebut pihak Afat menyampaikan dokumen-dokumen terkait kepemilikan dan keabsahan lahan tersebut serta surat-surat perizinan yang menyatakan bahwa blok G telah dirubah yang semula kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi kawasan RTH dan Perdagangan dan Jasa,” katanya.
Ia terangkan bahwa terkait lahan blok G tersebut telah dilakukan 3 (tiga) kali perubahan Peraturan Daerah (Perda) yaitu Perda Kota Palembang Nomor 7 Tahun 1999, Perda Kota Palembang Nomor 11 Tahun 2007 dan Perda Kota Palembang Nomor 9 Tahun 2011.
“Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 1999, Area Blok G tetap sebagai kawasan RTH dan Perda Nomor 11 Tahun 2011, Area Blok G seluas 0.54 hektar dirubah menjadi kawasan RTH serta Perdagangan dan Jasa. Sedangkan Perda Nomor 9 Tahun 2011, kawasan sekitar Sri Bayas dan Sri Bendung yang semula Blok G menjadi Blok E untuk Perdagangan dan Jasa,” terangnya Febriansyah.
Lanjut Febriansyah ungkapkan bahwa pihaknya meyakini, berdasarkan historis dan kronologis serta keabsahan sertifikat kepemilikan maka pemilik sahnya adalah Robby Hartono / Margaret Robby.
‘Hal ini, berdasarkan dokumen-dokumen yang ditunjukkan oleh Afat, maka tahapan dari permohonan pemilik lahan (Margaretha Robby) hingga penerbitan persetujuan bangunan gedung oleh Pemkot Palembang, menurut kita telah memenuhi syarat dan prosedur,” ucapnya Febriansyah.
Lebih Lanjut Febriansyah beberkan bahwa mekanisme pengurusan untuk mendapatkan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sudah dilakukan secara konprehensif dan melibatkan semua pihak pemberi izin yang terkait.
“Pembangunan kontruksi bangunan untuk perdagangan dan jasa dikawasan Blok simpang rajawali veteran, memiliki dasar regulasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” bebernya.
Sementara Ketua DPW PEKAT-IB Sumsel, Ir Suparman Romans mengatakan bahwa sebagai pelaku sejarah pada Tahun 1999, saat menjabat sebagai anggota DPRD 1997-1999 yang ditunjuk sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda untuk alih fungsi RTH seluas 16.49 hektar kawasan Veteran, Rajawali dan jalan tembus Dempo.
Pada saat itu, mantan Gubernur Sumsel, Asnawi Mangku Alam, mengajukan permohonan alih fungsi perubahan kawasan kepada Walikota Palembang, H Husni, yang sebelumnya RTH seluas 16.49 hektar diajukan untuk dilakukan perubahan menjadi kawasan ekonomi, perdagangan dan jasa.
“Kami dari Pansus DPRD Kota Palembang, langsung bekerja dan melakukan survey kelapangan serta menggelar dialog atau diskusi dengan mengajak OPD terkait, sehingga disimpulkan bahwa dari 16.49 hektar bisa dilakukan alih fungsi. Sedangkan saat ini Ruko yang menjadi kantor Afat dan kawasan blok G sebelum berubah E, masih tetap sebagai kawasan RTH,” ujarnya.
Lanjut dia ungkapkan kerjanya sebagai Pansus selesai dan keluarlah Perda Nomor 7 Tahun 1999. Kemudian ia tidak lagi menjadi anggota DPRD Kota Palembang.
Pada periode berikutnya Pemkot Palembang mengeluarkan Perda Nomor 11 Tahun 2007, area blok G seluas 0.54 hektar telah dirubah menjadi kawasan RTH serta Perdagangan dan jasa.
Kemudian pada 2011 keluarlah Perda Pemkot Nomor 9 Tahun 2011 tentang penataan kawasan sekitar Sri Bayas dan Sri Bendung yang semula blok G dari RTH menjadi blok E peruntukan perdagangan dan jasa.
“Dari proses dan kronologinya ada 3 kali perubahan dari RTH, dan menjadi RTH serta Perdagangan dan jasa, kemudian menjadi peruntukan perdagangan dan jasa untuk blok E,” jelasnya Suparman.
Lebih lanjut Suparman sampaikan bahwa pada 14 Oktober 2025, belum adanya reaksi dari masyarakat terkait bangunan yang ada di blok E, karena setelah pihaknya melakukan investigasi, baru muncul reaksi dari beberapa rekan-rekan aktivis dari LSM dan Ormas.
“Tentunya hal ini, kami tidak ingin hal ini menjadi sebuah asumsi dan pada 17 Oktober 2025, kami ada pertemuan dengan pihak Afat. Dari dokumen dan data-data yang diberikan oleh pihak Afat, kami kaji dan kesimpulannya seperti yang kami riliase hari ini,” tutupnya Suparman (Iin P).













