Sumsel  

Rawa dan Sungai Desa Disulap Jadi Daratan Disposal Tol, Warga Tanya: Siapa yang Mengizinkan

Banyuasin, SriwijayaPertama.net — Warga Desa Lubuk Karet dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD) mempertanyakan status lahan rawa beserta aliran Sungai Sepongang dan Sungai Lubuk Nibong yang diduga merupakan aset desa, namun kini telah berubah menjadi daratan dan dijadikan area disposal (pembuangan material) proyek Jalan Tol Palembang–Betung.

Penimbunan yang diduga menutup aliran sungai alami tersebut dilakukan oleh PT Cakra Indo Pratama (CIP), salah satu subkontraktor proyek tol yang bekerja di bawah Hutama Karya. Lokasi penimbunan berada di STA 104+600, wilayah Desa Lubuk Karet, Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Warga menyatakan, aliran Sungai Sepongang dan Lubuk Nibong yang bermuara ke Sungai Pelabu sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan sungai alami, bukan irigasi buatan manusia. Namun, ketika masyarakat mendatangi lokasi proyek, aliran sungai tersebut sudah tertimbun dan berubah menjadi daratan. Hingga kini belum jelas siapa yang memberikan izin atas pengurugan tersebut.

Anggota BPD Lubuk Karet, Karelsimon, mengungkapkan bahwa penimbunan sungai dan rawa yang diduga milik desa itu tidak pernah diberitahukan kepada pemerintah desa maupun masyarakat.

“Walaupun ada pemberitahuan, pemerintah desa harus melakukan Musyawarah Desa Khusus (Musdessus), karena lahan ini berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Kami kuat menduga ada oknum humas perusahaan yang diketahui warga setempat ingin mengambil keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampaknya,” ujarnya kepada awak media, Minggu (30/11/2025).

Karelsimon menegaskan bahwa penimbunan tersebut telah merusak lingkungan dan merugikan warga, terutama pemilik kebun di sepanjang aliran sungai. Jika hujan lebat, air dikhawatirkan lambat surut dan berpotensi menyebabkan banjir.

Ia menilai kegiatan ini bertentangan dengan sejumlah regulasi, antara lain:

• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

• UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (pengganti UU No. 11/1974),

• PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup (DLH) Banyuasin Widya meyatakan telah menerima laporan pengaduan terkait penimbunan sungai tersebut dan akan segera melakukan pengecekan langsung ke lokasi.

Kepala Desa Lubuk Karet, Ali Azwan, mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas penimbunan tersebut.

“Aku idak tau menau masalah gawean itu. Aku datang bae belum pernah ke lokasi. PT CIP tidak pernah meminta izin dengan aku atau berkomunikasi soal pekerjaan itu,” ujarnya.

Terkait status lahan, ia mengatakan bahwa tanah di lokasi tersebut adalah milik pribadi, bukan tanah desa.

“Itu tanah milik Wawan yang dibeli dari Bujang Mepet/Alamasih, dengan saksi Nuhasan dan Musholeh. Tanah itu dibayar oleh Raswan untuk keperluan disposal,” jelasnya.

Sekretaris Desa Lubuk Karet, Adi Saputra, yang juga bekerja sebagai Humas PT CIP, menyebutkan bahwa penimbunan aliran sungai tidak hanya dilakukan oleh PT CIP, tetapi juga oleh subkontraktor lain.

“Kami akan bermusyawarah dulu dengan subkon lain untuk mencari solusi terbaik, termasuk upaya mengalihkan kembali aliran sungai yang tertimbun,” kata Adi saat ditemui di lapangan.

Warga berharap pihak berwenang segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap kegiatan penimbunan tersebut. Jika ditemukan pelanggaran, mereka meminta agar perusahaan diproses sesuai aturan.

Masyarakat juga mendesak pemerintah dan pihak perusahaan untuk mengembalikan aliran Sungai Sepongang dan Lubuk Nibong seperti semula sebelum adanya aktivitas proyek tol.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *